Saturday, June 25, 2011

Derita bisa jadi nikmat :)


Sebuah pelajaran berharga dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah. Semoga dapat menghibur hati yang sedang luka atau merasakan derita. 
 
Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan:
Di antara sempurnanya nikmat Allah pada para hamba-Nya yang beriman, Dia menurunkan pada mereka kesulitan dan derita. Disebabkan derita ini mereka pun mentauhidkan-Nya (hanya berharap kemudahan pada Allah, pen). Mereka pun banyak berdo’a kepada-Nya dengan berbuat ikhlas. Mereka pun tidak berharap kecuali kepada-Nya. Di kala sulit tersebut, hati mereka pun selalu bergantung pada-Nya, tidak beralih pada selain-Nya. Akhirnya mereka bertawakkal dan kembali pada-Nya dan merasakan manisnya iman. Mereka pun merasakan begitu nikmatnya iman dan merasa berharganya terlepas dari syirik (karena mereka tidak memohon pada selain Allah). Inilah sebesar-besarnya nikmat atas mereka.

Nikmat ini terasa lebih luar biasa dibandingkan dengan nikmat hilangnya sakit, hilangnya rasa takut, hilangnya kekeringan yang menimpa, atau karena datangnya kemudahan atau hilangnya kesulitan dalam kehidupan. Karena nikmat badan dan nikmat dunia lainnya bisa didapati orang kafir dan bisa pula didapati oleh orang mukmin. (Majmu’ Al Fatawa, Ibnu Taimiyah, Darul Wafa’, 10/333)

***
Begitu sejuk mendengar kata indah dari Ibnu Taimiyah ini. Akibat derita, akibat musibah, akibat kesulitan, kita pun merasa dekat dengan Allah dan ingin kembali pada-Nya. Jadi tidak selamanya derita adalah derita. Derita itu bisa jadi nikmat sebagaimana yang beliau jelaskan. Derita bisa bertambah derita jika seseorang malah mengeluh dan jadikan makhluk sebagai tempat mengeluh derita. Hanya kepada Allah seharusnya kita berharap kemudahan dan lepas dari berbagai kesulitan.

Nikmat ketika kita kembali kepada Allah dan bertawakkal pada-Nya serta banyak memohon pada-Nya, ini terasa lebih nikmat dari hilangnya derita dunia yang ada. Karena kembali pada Allah dan tawakkal pada-Nya hanyalah nikmat yang dimiliki insan yang beriman dan tidak didapati para orang yang kafir. Sedangkan nikmat hilangnya sakit dan derita lainnya, itu bisa kita dapati pada orang kafir dan orang beriman.

Ingatlah baik-baik nasehat indah ini. Semoga kita bisa terus bersabar dan bersabar.Sabar itu tidak ada batasnya. Karena Allah Ta’ala janjikan,

إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
Sesungguhnya orang-orang yang bersabar, ganjaran bagi mereka adalah tanpa hisab (tak terhingga).” (QS. Az Zumar: 10).

 Al Auza’i mengatakan bahwa  ganjarannya tidak bisa ditakar dan ditimbang. Ibnu Juraij mengatakan bahwa pahala bagi orang yang bersabar tidak bisa dihitung sama sekali, akan tetapi ia akan diberi tambahan dari itu.Maksudnya, pahala mereka tak terhingga. Sedangkan As Sudi mengatakan bahwa balasan bagi orang yang bersabar adalah surga.[1]

Semoga yang singkat ini bermanfaat. Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.

Written before Shubuh on 16 Dzulqo’dah 1431 H (24/10/2010), in KSU, Riyadh, KSA
By: Muhammad Abduh Tuasikal
www.rumaysho.com


[1] Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 7/89, Dar Thoyibah, cetakan kedua, tahun 1420 H

Syukron kerana membaca post ini.Moga dapat manfaat darinya,inshAllah :)

Friday, June 17, 2011

4 principles for noble characters :)


Four Principles for a Noble Character



It is not imagined that one can have noble character except if it is founded upon four pillars:

The First: Sabr (Patience)
The Second: ‘Iffah (Chastity)
The Third: Shujaa’ah (Courage)
The Fourth: ‘Adl (Justice)

Patience inspires him to be tolerant, control his anger, endure the harms that he receives from others, to be forbearing and deliberate in his decisions. It motivates him to be gentle and not to be rash or hasty.

Chastity inspires him to avoid every imprudent characteristic, whether in statement or action, and encourages him to have a sense of modesty and integrity which is the epitome of all good. It prevents him from fornication, stinginess, lying, backbiting and spreading tales to cause separation and discord between the people.

Courage inspires him to have a sense of self esteem, to emphasize high and noble manners and to make it apart of his natural disposition. It also encourages him to exert himself and to be generous, which is in essence, true courage and it leads to strong will and self determination. It encourages him to distance himself from his ardent lowly desires, to control his anger, and to be forbearing because by such, he can control his temper, take it by the reins and curb his violent and destructive behavior just as the Messenger (salla Allahu ‘alaihi wa sallam) said:

“The Strong is not the one who can wrestle his opponent to the ground but rather the strong is the one who can control himself when he gets angry.” [Agreed upon]

«ليس الشديد بالصرعة ، إنما الشديد الذي يملك نفسه عند الغضب» متفق عليه

This is true genuine courage and it is the sole trait that the slave utilizes to conquer his opponent.

Justice encourages him to be impartial in his behavior with people and to be moderate between the two extremes of negligence and extremism. It motivates him to be generous and kind; which is the middle course between absolute degradation and arrogance, and to make this a part of his disposition and makeup. It encourages him to be courageous; which is the middle course between cowardice and imprudence, and to be forbearing; which is the middle course between extreme unnecessary anger and ignominy.

These four virtuous characteristics are the axis and provenance of all noble manners and the foundation of all repugnant and ignominious characteristics are built upon four pillars:

The First: Jahl (Ignorance)
The Second: Dhulm (Oppression)
The Third: Shahwah (following ones lowly desires)
The Fourth: Ghadab (Anger)

Ignorance allows him to view good in the form of evil and evil in the form of good, and to consider that which is complete to be incomplete and that which is incomplete to be complete.

Oppression causes him to put things in places which are not appropriate for them, so he gets angry when it’s time to be happy and he is happy when it’s time to be angry. He is ignorant and hasty when it’s time to be deliberate and deliberate when it’s time to be hasty, he is stingy when it is time to be generous and generous when it’s time to be stingy. He is weak when it is time to be courageous and assume responsibility, and he assumes responsibility when it is time to take a step back (and let someone else undertake the initiative). He is gentle and lenient when it is time to be harsh and firm and he is harsh and firm when it is time to be lenient. He is humble when it is time to be superior and arrogant when it is time to be humble.

Following (his) lowly desires encourages him to be diligent in obtaining that which the soul ardently desires, to be stingy and greedy. It encourages him to adorn himself with all types of despicable and imprudent characteristics.

Anger incites him to be arrogant, jealous, envious, to hold enmity of others and to be imprudent and shameless.

The foundation of these four repugnant and blameworthy characteristics; are two pillars:

Either extreme self ignominy,
Or extreme self pride.


Translator: Shadeed Muhammad, Abu Az-Zubayr
Reference: Madaarij ul Salikeen: Vol 2, P 308.

  
Resources  : HERE 
Syukron kerana membaca post ini.Moga dapat manfaat darinya,inshAllah :)

Tuesday, June 14, 2011

Nak jadi ikan di lautan

Bissmillahirrahmanirrahim


 " Hidup kita sekarang perlu jadi seperti ikan di lautan. Walau air di lautan itu masin, namun isi ikan-ikan di lautan tak pernah menjadi masin."



Anda faham? Mari saya fahamkan.

Kata-kata tersebut, sering kali menjengah fikiran ini. Kadang-kadang, terfikir jugak, bolehkah aku jadi seperti 'ikan-ikan di lautan' itu?? Hmm, sukar tu.

 Anda pernah makan ikan laut. Tak kisah la walau hanya  ikan termenung atau ikan kembong. Janji ikan tersebut berasal dari laut. Setelah dimakan, adakah rasa isinya masin? Semestinya tidak kan, kecuali la ikan tu telah diproses untuk dibuat ikan masin.

Dalam keadaan di sekeliling tempat asal ikan-ikan tersebut yang masin, isinya tak pernah pun jadi masin. Kebal. Tak mudah terpengaruh dengan keadaan sekelilingnya. Hebat bukan.

Begitulah kita hari ni. Terlalu banyak serangan pemikiran atau ghazwul fikr dari pihak musuh Islam untuk menjahanamkan umat Islam yang mulia ini. Walau mereka tidak menghalakan senjata hebat mereka kepada kita, mereka sentiasa menyerang kita dari arah yang kita tidak sangka. Ya, semestinya serangan pemikiran. Mereka menyerang dari segenap aspek. Dari segi ICT nya dan banyak lagi.

Akibatnya, banyak aqidah dan hati umat Islam kini telah dicemari. Kotor dan terus hitam dek angkara mereka. Selepas itu terus memberi kesan terhadap akhlak generasi kini.

Oleh itu, antara langkahnya. Kita jadilah seperti ikan-ikan dilautan itu. Tidak mudah terpengaruh dengan keadaan sekeliling. Untuk terpengaruh dengan budaya yang baik, baguslah. Tapi jika budaya itu kuning, elakkanlah. pandai-pandailah kita membezakan yang hak dan batil. Ikuti yang hak, buang yang batil dan syubhah.

“It’s better to be alone than in bad company.”



Rasulullah S.A.W bersabda mafhumnya :

“Islam itu bermula dalam keadaan asing (ghareeb) dan akan kembali asing sebagaimana permulaannya. Maka beruntunglah orang-orang yang asing itu (ghuraba’).” 
(Hadis Riwayat Muslim, Shohih Muslim, Kitabul Iman, 1/350, no. 208 (Dari Abu Hurairah). Ibnu Majah,Sunan Ibni Majah, Kitabul Fitan, 11/485, no. 3976 (Dari Abu Harairah). Hadis Riwayat Ahmad, Musnad Ahmad, 34/25, no. 16094 (Dari 'Abdurrahman B. Sannah))

dipetik :http://www.ibnuddin.com/



Syukron kerana membaca post ini.Moga dapat manfaat darinya,inshAllah :)

Wednesday, June 1, 2011

CINTAKU PADA SI DIA


Cinta itu buatkan
Cinta utamaku lemah
Cinta aku pada si dia
Buatkan cinta aku pada Tuhan
Allah Yang Maha Esa..
Buatkan cintaku pada Rasulullah
Kekasih Yang Maha Kuasa
Buatkan cintaku pada agama
Islam yang gah agung
Buatkan cinta aku pada iman
Nur yang sentiasa terang
Seakan-akan goyah
Umpama meniti jambatan rapuh
Yang kalau-kalau ditiup angin kencang
Rebah sujud sia-sia ke bumi
Cinta aku pada si dia
Mencalar kotor pada pahalaku
Bertambah erat pula
Pegangan si dosa-dosa
Cintaku pada si dia
Buatkan jiwaku resah
Bernanah dengan maksiat
Zina mata, zina hati
Buat aku terus-terusan gelisah
Melihat pasangan lain
Melayari bahtera durjana
Yang kononnya indah
Walhal aku tahu
Halal haramnya...
Meskipun aku tahu
Baik buruknya...
Sungguhpun aku tahu
Azab dan siksanya...
Bukankah cintaku aku pada si dia
Harus bawaku dekat
Ke kota pujaanku...syurga
Bukankah cinta aku pada si dia
Harus jauhkan aku sejauh-jauhnya
Dari neraka yang pedih azabnya
Jadi...
Mana mungkin cinta ini
Cinta aku pada si dia
Adalah cinta bisikan Allah
Mana mugkin cinta ini
Cinta aku pada si dia
Adalah cinta yang bisa buatkan aku
Bahagia dunia akhiratnya
Mana mungkin cinta ini
Cinta aku pada si dia
Adalah suci, tulus dan perawan
Aku muhasabah nilai cinta ini
Sebak dada, kusut jiwa
Menitis air mata seorang hamba derhaka
Mengenangkan betapa murahnya nilai cinta ini
Hinanya cinta ini disisi tuhan
Cinta yang aku dambakan
Cinta aku pada si dia
Tiada apa-apa erti buat tuhan
Hanya lumpur noda mengundang murka...
Rupa-rupanya
Cinta aku pada si dia
Tidak layak menggapai rahmat
Tidak layak menjemput berkat
Dan tidak akan pernah mengundang keredhaan
Maafkan aku Ya Allah
Maafkan aku untuk ada rasa
Cinta aku pada si dia
Yang tidak ada nilai di mata mu Tuhan
Ya Allah
Jodohku ditanganmu
Kalau benar
Cinta aku pada si dia
Hanya menambah timbunan dosa
Aku mohon ampun Ya Allah
Doaku...
Harapanku...
Pintaku dengan harap...
Harap dengan sangat...
Penuh rendah diri sebagai hambamu
Kurniakan aku masjid yang sempurna
Dengan jodoh yang baik-baik
Penuhi pertemuan dan perpisahannya
Dengan iman, nur dan rahmatmu...
Biar jodohku itu...
Buatkan aku dekat padamu Ya Allah
Biar jodohku itu...
Buatkan syurga nanti jadi naungan untukku
Biar jodohku itu...
Buatkan aku lebih mencintaimu
Lebih dari segalanya Ya Tuhan...
Ya Allah... Amin...

Syukron kerana membaca post ini.Moga dapat manfaat darinya,inshAllah :)